Taman Sari Goa Sunyaragi Cirebon | Oleh Vitto Sewa Mobil Cirebon |
Taman Sari Goa Sunyaragi Cirebon adalah salah satu objek wisata
cirebon yang sampai saat ini dilindungi ke asliannya, Goa sunyaragi ini
tak lain adalah milik dari Keraton Kasepuhan yang luasnya mencapai 15
HEKTAR
Salah satu obyek wisata dan benda cagar budaya di Kota Cirebon, Goa Sunyaragi, kini tak terawat dan kurang menarik.
Keraton Kasepuhan Cirebon, Yayasan Budaya Sunyaragi, dan Pemerintah
Kota Cirebon hingga kini belum bersinergi untuk merawat aset budaya
itu.
Gua Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebgaai Tamansari Sunyaragi.
Kami Vitto Sewa Rental Mobil Cirebon siap menjadi Tour Guide anda mengunjungi tempat wisata ini..
Kami Vitto Sewa Rental Mobil Cirebon siap menjadi Tour Guide anda mengunjungi tempat wisata ini..
SEJARAH GOA SUNYARAGI
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama
adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang
disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau
keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda.
Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku “Purwaka Caruban Nagari” tulisan tangan Pangeran Kararangen tahun 1720.
Namun sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan
sumber tertulislah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua
Sunyaragi yaitu tahun 1703 Masehi untuk menerangkan tentang sejarah gua Sunyaragi karena sumber tertulis lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan.
Kompleks Sunyaragi dilahirkan lewat proses yang teramat panjang. Tempat
ini beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan. Menurut buku
Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Gua
Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran Kararangen. Pangeran
Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon.
Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan,
Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah
fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal
sebagai Astana Gunung Jati.
Terutama dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529
M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil dan
lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan
ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka
tahun 1529 M.
Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan
serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan
dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam.
Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan
penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar kompleks aku
bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar
dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.
Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk
bersemadi. Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk
bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya.
Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon.
Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para
pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan
Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling.
Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan.
FUNGSI SETIAP GOA SUNYARAGI
Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada
zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat
para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain (lihat denah):
- Bangsal jinem sebagai tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih.
- Gua pengawal sebagai tempat berkumpul par apengawal sultan.
- Kompleks Mande Kemasan (sebagian hancur).
- Gua pandekemasang sebagai tempat membuat senjata tajam.
- Gua simanyang sebagai tempat pos penjagaan.
- Gua langse sebagai tempat bersantai.
- Gua peteng sebagai tempat nyepi untuk kekebalan tubuh.
- Gua arga jumud sebagai tempat orang penting keraton.
- Gua padang ati sebagai tempat bersemedi.
- Gua kelanggengan sebagai tempat bersemedi agar langgeng jabatan.
- Gua lawa sebagai tempat khusus kelelawar.
- Gua pawon sebagai dapur penyimpanan makanan.
TAMAN CANDRASENGKALA
Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman Candrasengkala yang disebut
"Taman Bujengin Obahing Bumi" yang menunjuk angka tahun 1529. Di kedua
tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura "Candi
Bentar" yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Pangeran Kararangen
hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.
ARSITEKTUR GOA SUNYARAGI
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul
serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa
gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya
Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan,
bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung
manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen
bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat
yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya
arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
Gaya Cina terlihat pada [[ukiran] bunga seperti bentuk bunga persik,
bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua
Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya.
Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak
diketahui coraknya yang pasti.
Penempatan [[keramik|keramik-keramik] pada bangunan Mande Beling serta
motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut
memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur
Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah
kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis
monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan
pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong
Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung
Jati.
Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama
Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya
Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa
bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasalatan atau musholla,
adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan
Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi
belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur
gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.
Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya
arsitektur Belanda atau Eropa turut memengaruhi gaya arsitektur gua
Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang
tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga
Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak
memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya
tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat
salat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang
menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut;
dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng.
Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti. Menurut
legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut
maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula
pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika
dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung
Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.
Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah
kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada
kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan
lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.
PEMUGARAN
Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat
dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam
Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk
memperbaikinya.
Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah
membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di
kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.
Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat
dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam
Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk
memperbaikinya.
Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah
membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di
kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada 1937-1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada
seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang.
Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan
menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap
lengkung.
Namun kadang-kadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan.
Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan
Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar
Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak
ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena
letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman
bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan.
Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian
Cirebon.
Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus,
penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang
terurus dan airnya mengering.